Rabu, 25 Desember 2013



Jawa Pos, 24 Desember 2013
Pintu Kemajuan dari UU Desa
Oleh Bapak Irawan Rumekso
Mantan camat, widyaiswara Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah
(irawr.fine@yahoo.co.id)

Desa kembali menarik perhatian setelah disahkannya UU Desa pekan lalu. Terobosan dalam UU itu berusaha menggairahkan desa agar punya semangat maju. Selama in, desa tetap saja harus bergelut dengan masalah-masalah mendasar. Padahal, desa memiliki “segalanya”: SDM, SDA, semangat kegotong-royongan, serta sistem sosial yang penuh dengan kekerabatan dan toleransi.
Tantangan lain kelembagaan pemerintah desa, selama ini kapasitasnya masih terbatas untuk melaksanakan pelayanan publik serta membangkitkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Banyak faktor yang menjadi penyebab itu semua, baik faktor internal maupun eksternal. Namun, ternyata faktor positioning desa yang belum tepat merupakan faktor dominan yang menjadi penyebabnya.
Dan dalam sejarah perkembangannya, desa selama ini lebih ditempatkan sebagai objek daripada subjek. Sejak zaman dahulu, desa dijadikan bahan kajian, pilot project kebijakan, sumber dukungan politik, suber legitimasi para penguasa, dan eksploitasi para pengusaha.
Tonggak pemberdayaan
Pengesahan UU Desa menjadi tonggak sejarah yang penting bagi pemerintahan desa yang kini mencapai 73 ribu desa di seluruh Indonesia. Baru kali ini ada UU Desa yang menunjukkan komitmen yang nyata dari negara untuk memberdayakan desa dan meningkatkan kesejahteraan seluruh aparatur desa. Komitmen ini cukup membesarkan hati.
Pertama, adanya lokasi anggaran dari APBN unruk pembangunan desa. Setiap desa akan mendapatkan alokasi dana dari APBN sebesar 10 persen dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi dana alokasi kusus (DAK). Nilainya disesuaikan dengan kondisi geografis desa, jumlah penduduk, dan angka kemiskinan.
Adanya pendapatan dari alokasi dana APBN itu tentu merupakan kebijakan baru yang positif dan menjadi poin penting bagi pembangunan serta pemberdayaan masyarakat desa. Desa menghadapi banyak masalah. Dengan adanya tambahan pendapatan desa yang signifikan, persoalan-persoalan akan terus ditangani dan dicarikan solusinya sesuai dengan prioritas serta kewenangan desa.
Kedua, adanya penghasilan tetap, tunjangan dan pemeliharaan kesehatan untuk kepala desa serta perangkat desa. Kepala desa dan perangkat desa pada hakikatnya merupakan penyelenggara negara tingkat desa. Keberadaan mereka sangat strategis dalam sistem penyelenggara negara. Sebab, desa adalah muara semua program pemerintahan dan pembangunan. Selain itu, desa adalah basis data sabagai sumber informasi dan pembuatan kebijakan nasional dan daerah. Karena itu, untuk kelancaran dan kesuksesan program-program pemerintahan dan pembangunan, sudah semestinya kesejahteraan aparatur desa diperhatikan karena pengaruhnya terhadap peningakatan kinerja sangat signifikan.
Walaupun sudah ada perhatian pemerintah, secara umum tingkat pendapatan aparatur desa masih rendah sehingga perlu terus ditingkatkan. Kebijakan pemberian penghasilan tetap, tunjangan, dan jaminan kesehatan dari negara merupakan kebijakan penting yang bisa menciptakan iklim kerja yang baik dalam menjalankan tugas dan kewajiban aparatur desa.
Masa Jabatan Kades
Meski UU Desa adalah UU yang bagus, ada hal yang perlu dikritisi. UU Desa mengatur jabatan kepala desa selama 6 tahun dan bisa dipilih untuk tiga kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidakberturut-turut. Jabatan 6 tahun sebenarnya belum cukup bagi kepala desa untuk memaksimalkan program kerjanya. Selain itu, masa jabatan 6 tahun akan mendorong stabilitas politik desa akan “terguncang” kembali setiap enan tahun.
Pengalaman menujukkan, pemilihan kepala desa sering menorehkan luka, dendam berkepanjangan, dan menimbulkan konflik bagi paara pihak terkait. Acapkali pihak-pihak yang kalah/dirugikan “menjegal” program-program kepala desa terpilih sehingga menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan. Apalagi biaya pemelihan kepala desa menjadi beban APBD kabupaten/kota. Karena itu, dengan periode jabatan yang singkat, biaya pilkada akan membebani APBD.
Menurut saya, masa jabatan yang ideal kepala desa adalah 10 tahun dan cukup menjabat satu periode saja untuk mendorong kaderisasi kepemimpinan tingkat desa. Dengan tidak bisa memperpanjang jabatan, gunjangan politik di desa bisa dikurangi karena incumbent tidak bisa mencalonkan lagi.
Meski begitu, pengesahan UU Desa patut disambut perasaan bangga dan gembira. UU Desa itu patut diapresiasi karana mencantumkan kebijakan-kebijakan yang strategis bagi kemajuan serta perkembangan desa. Selain itu, UU tersebut menghargai eksistensi desa dan peran aparatur desa. Mengingat, kedudukan dan peran desa dalam sistem ketatanegaraan kita sangat penting. UU Desa yang baru merupakan terobosan yang fenomenal dari pemerintah dan DPR yang bakal menjadi tonggak sejarah bagi perkembangan serta kemajuan desa dan dicatat denagn tinta emas dalam sejarah pemerintahan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca. Jika ada masukan silahkan beri komentar :)

Sekali lagi Terimakasih