Jawa Pos, 24 Desember 2013
Pintu
Kemajuan dari UU Desa
Oleh Bapak Irawan Rumekso
Mantan
camat, widyaiswara Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah
(irawr.fine@yahoo.co.id)
Desa
kembali menarik perhatian setelah disahkannya UU Desa pekan lalu. Terobosan
dalam UU itu berusaha menggairahkan desa agar punya semangat maju. Selama in,
desa tetap saja harus bergelut dengan masalah-masalah mendasar. Padahal, desa
memiliki “segalanya”: SDM, SDA, semangat kegotong-royongan, serta sistem sosial
yang penuh dengan kekerabatan dan toleransi.
Tantangan
lain kelembagaan pemerintah desa, selama ini kapasitasnya masih terbatas untuk
melaksanakan pelayanan publik serta membangkitkan potensi dan memberdayakan
masyarakat. Banyak faktor yang menjadi penyebab itu semua, baik faktor internal
maupun eksternal. Namun, ternyata faktor positioning
desa yang belum tepat merupakan faktor dominan yang menjadi penyebabnya.
Dan
dalam sejarah perkembangannya, desa selama ini lebih ditempatkan sebagai objek
daripada subjek. Sejak zaman dahulu, desa dijadikan bahan kajian, pilot project kebijakan, sumber dukungan
politik, suber legitimasi para penguasa, dan eksploitasi para pengusaha.
Tonggak pemberdayaan
Pengesahan
UU Desa menjadi tonggak sejarah yang penting bagi pemerintahan desa yang kini
mencapai 73 ribu desa di seluruh Indonesia. Baru kali ini ada UU Desa yang
menunjukkan komitmen yang nyata dari negara untuk memberdayakan desa dan
meningkatkan kesejahteraan seluruh aparatur desa. Komitmen ini cukup
membesarkan hati.
Pertama,
adanya lokasi anggaran dari APBN unruk pembangunan desa. Setiap desa akan
mendapatkan alokasi dana dari APBN sebesar 10 persen dari dana perimbangan yang
diterima kabupaten/kota dalam APBD setelah dikurangi dana alokasi kusus (DAK).
Nilainya disesuaikan dengan kondisi geografis desa, jumlah penduduk, dan angka
kemiskinan.
Adanya
pendapatan dari alokasi dana APBN itu tentu merupakan kebijakan baru yang
positif dan menjadi poin penting bagi pembangunan serta pemberdayaan masyarakat
desa. Desa menghadapi banyak masalah. Dengan adanya tambahan pendapatan desa
yang signifikan, persoalan-persoalan akan terus ditangani dan dicarikan
solusinya sesuai dengan prioritas serta kewenangan desa.
Kedua,
adanya penghasilan tetap, tunjangan dan pemeliharaan kesehatan untuk kepala
desa serta perangkat desa. Kepala desa dan perangkat desa pada hakikatnya
merupakan penyelenggara negara tingkat desa. Keberadaan mereka sangat strategis
dalam sistem penyelenggara negara. Sebab, desa adalah muara semua program
pemerintahan dan pembangunan. Selain itu, desa adalah basis data sabagai sumber
informasi dan pembuatan kebijakan nasional dan daerah. Karena itu, untuk
kelancaran dan kesuksesan program-program pemerintahan dan pembangunan, sudah
semestinya kesejahteraan aparatur desa diperhatikan karena pengaruhnya terhadap
peningakatan kinerja sangat signifikan.
Walaupun
sudah ada perhatian pemerintah, secara umum tingkat pendapatan aparatur desa
masih rendah sehingga perlu terus ditingkatkan. Kebijakan pemberian penghasilan
tetap, tunjangan, dan jaminan kesehatan dari negara merupakan kebijakan penting
yang bisa menciptakan iklim kerja yang baik dalam menjalankan tugas dan
kewajiban aparatur desa.
Masa Jabatan Kades
Meski
UU Desa adalah UU yang bagus, ada hal yang perlu dikritisi. UU Desa mengatur
jabatan kepala desa selama 6 tahun dan bisa dipilih untuk tiga kali masa
jabatan, baik berturut-turut maupun tidakberturut-turut. Jabatan 6 tahun
sebenarnya belum cukup bagi kepala desa untuk memaksimalkan program kerjanya.
Selain itu, masa jabatan 6 tahun akan mendorong stabilitas politik desa akan “terguncang”
kembali setiap enan tahun.
Pengalaman
menujukkan, pemilihan kepala desa sering menorehkan luka, dendam
berkepanjangan, dan menimbulkan konflik bagi paara pihak terkait. Acapkali
pihak-pihak yang kalah/dirugikan “menjegal” program-program kepala desa
terpilih sehingga menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan. Apalagi
biaya pemelihan kepala desa menjadi beban APBD kabupaten/kota. Karena itu,
dengan periode jabatan yang singkat, biaya pilkada akan membebani APBD.
Menurut
saya, masa jabatan yang ideal kepala desa adalah 10 tahun dan cukup menjabat
satu periode saja untuk mendorong kaderisasi kepemimpinan tingkat desa. Dengan
tidak bisa memperpanjang jabatan, gunjangan politik di desa bisa dikurangi
karena incumbent tidak bisa
mencalonkan lagi.
Meski
begitu, pengesahan UU Desa patut disambut perasaan bangga dan gembira. UU Desa
itu patut diapresiasi karana mencantumkan kebijakan-kebijakan yang strategis
bagi kemajuan serta perkembangan desa. Selain itu, UU tersebut menghargai
eksistensi desa dan peran aparatur desa. Mengingat, kedudukan dan peran desa
dalam sistem ketatanegaraan kita sangat penting. UU Desa yang baru merupakan
terobosan yang fenomenal dari pemerintah dan DPR yang bakal menjadi tonggak
sejarah bagi perkembangan serta kemajuan desa dan dicatat denagn tinta emas
dalam sejarah pemerintahan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca. Jika ada masukan silahkan beri komentar :)
Sekali lagi Terimakasih